Selasa, 19 Maret 2019

NASKAH CERPEN_ASA NADA SI GADIS NAGA


FESTIVAL LITERASI SEKOLAH

Cabang Lomba: CIPTA CERPEN
Nama Siswa : AULIA  AZZAHRA
NISN: 0055813686
Nomor Registrasi: FORMAT LEMBAR IDENTITAS

Cabang Lomba: CIPTA CERPEN
Naskah: CERITA PENDEK
Nomor Registrasi:CIPTA CERPEN _ASA NADA, SI GADIS NAGA_0055813686
Format Naskah Inti:
ASA NADA, SI GADIS NAGA

            Tangan mungil itu mulai menari, menguntai lembar demi lembar bambu dalam genggamannya.  Nada Suraya, gadis tiga belas tahun itu menyelesaikan sekolah dasarnya tahun ini.
            Pikirannya dipenuhi satu tekad, ia harus terus melanjutkan sekolah.  
            “Nada, kamu jangan terlalu memaksakan diri menyelesaikan anyaman itu.”  Emak menegurnya lembut.
            “Nada harus menyelesaikan anyaman ini seratus buah sehari, Mak,” balas Nada datar.
            Keinginan Nada sekolah sambil mondok di pesantren sangatlah kuat.
            “Emak yang sudah terampil juga hanya mampu menyelesaikan tiga perempat dari seratus.  Nggeus atuh ulah tengteuingeun.”  Emak meninggalkan Nada seorang dari di gudang pembuatan anyaman itu.  Sebentar lagi magrib memaksa mereka berhenti bekerja karena gelap.
            Target anyaman Nada adalah jawaban atas menyerahnya Emak terhadap keinginannya. Biaya awal masuk yang besarnya mencapai lebih dari lima juta sangat jauh dari jangkauan kemampuan Emak.  Nada punya waktu dua bulan untuk menabung dari hasil anyaman. 
            Upah menganyam yang ia terima hanyalah Rp 500 tiap buahnya.  Ia kembali menghitung sisa hari yang masih dia miliki.  Dipandanginya kaleng tempat ia menabung.  Ia hampiri kaleng di bawah dipan bambu.  Pelan dibukanya kaleng itu, ia tumpahkan isinya, menghasilkan suara gemerincing uang recehan.  Satu-satu ia hitung tabungannya, hanya tiga ratus dua ribu rupiah.  Masih jauh dari angka lima juta yang ditujunya.
            “Hemmm, empat juta tujuh ratus lagi.  Dari dua bulan kesempatan yang aku punya, aku hanya akan dapat mengumpulkan uang tiga juta.  Masih kurang satu juta tiga ratus.  Berarti aku kalah dan harus mengurungkan niatku untuk mondok.”
            Tidak terasa air bening mengalir dari sudut matanya yang lembut.  Di tengah keputus asaannya, Nada hanya bisa menengadahkan tangan, minta pada yang Maha Kaya.
            “Ya Allah, berikan pertolonganMu pada hamba yang tiada daya dan upaya ini.  Limpahkan rejeki agar hamba dapat menimba ilmu dari sisiMu.”  Demikian berulang-ulang Nada berdoa di saat sujud dan selepas sembahyang,
***
            Kesedihan Nada tidak membuatnya putus asa.  Tiap pagi sekali, saat matahari baru menyapa,  ia menuju gudang penyimpanan anyaman milik bandar Jauhar.  Ia akan pulang  saat menjelang maghrib.
            Suatu ketika seorang turis lokal mengunjungi gudang tempatnya bekerja.  Ia terkagum-kagum melihat cara Nada bekerja.  Cepat dan rapih.
            “Assalamu’alaikum, Masya Allah, bagus sekali hasil anyamanmu, Dik.  Boleh Kakak tahu siapa namamu?”
            Nada menghentikan sejenak gerakan tangannya menguntai serat bambu itu.  Disalaminya wanita muda berkerudung biru di depannya.
            “Waalaikumsalam.”  Nada mencium tangan wanita muda itu takzim.
            Wanita itu menyodorkan selembar brosur dari kantor tempatnya bekerja.  Ternyata Aparatur Sipil Negara di dinas pariwisata.  Nada mencermati satu-satu kata dalam pamphlet itu.  Senyuman merekah di wajah manisnya.
            “Benarkan informasi ini, Kak?”  Nada seakan mimpi di siang hari
            Lomba Kreatifitas Anyaman Bambu.  Dinas Pariwisata bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengadakan lomba cipta kreasi anyaman bambu.  Bertempat di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten.  Berhadiah total dua puluh juta rupiah.
            Event-nya kapan, Kak? O’ya, boleh saya mengenal nama Kakak?”
            “Nama saya Tantri.  Untuk waktu lomba, masih ada waktu sebulan lagi.  Lihat itu di brosur 1 Juni  tahun ini.”
“Kebetulan sekali, Kak.  Saya sedang berusaha untuk mendapatkan biaya sekolah saya.”  Nada menceritakan kesulitan yang sedang dihadapinya.
Kak Tantri mengusap lembut kepala Nada penuh kasih sayang, “Rasanya aku memberikan informasi ini pada saat dan pada orang yang tepat.  Semoga Nada dapat meraih cita-citanya,” batin Kak Tantri dalam hati.
“Kakak ikut berdoa, semoga kamu berhasil menjadi juara dan bisa meraih cita-cita kamu, ya?!  Kakak yakin, dengan keterampilanmu yang jarang dimiliki orang lain akan mengantarkanmu menjadi juara.  Insya Allah.”
“Aamiin, terimakasih doanya, Kak.”
Pertemuan itu mengembalikan harapan Nada untuk bisa belajar di pesantren idamannya.  Sesampai di rumah, Nada bercerita pada Emak tentang berita gembira yang di dapatinya dari Kak Tantri.  Di luar dugaan tanggapan Emak dingin tanpa ekspresi.
“Nada, Emakmu ini jelma samadya, tidak pernah berani berminpi.  Kalau gagal tidak akan pernah merasa terlalu sakit.”  Mungin maksud emak baik.  Khawatir buah hatinya kecewa dan frustasi.  Tapi Nada selalu merasa ia harus berjuang sendiri.  Kadang Nada kebingungan harus mengadu pada siapa, sementara ayahnya telah lama merantau di kota, tanpa kabar berita.
“Jadi Emak nggak merestui Nada ikut lomba?” tanya Nada hati-hati.
“Emak Cuma bisa berdoa yang terbaik buat kamu, tapi Emak teu boga acis keur nyediaan biayana.”
Teu sawios, Mak.  Yang penting Emak mengizinkan Nada berangkat.  Nada punya sedikit tabungan buat biaya perlombaan.”
Sabeuneurna lebar acis teh kalau hanya untuk hal yang sia-sia dengan kekalahan tanpa hasil.  Kita masih banyak kebutuhan untuk makan sehari-hari.” 
Emak terus menumpahkan beban hidup dan rasa kecewanya.  Nada bisa memaklumi, betapa kekecewaan ditinggal bapak selama tiga tahun, bukan hal yang mudah untuk diterimanya sebagai kenyataan.
“Emak, Nada pamit tidur dulu, ya.  Besok harus berangkat ke Bandar Jauhar pagi-pagi.  Takut kesiangan.”  Nada mencium tangan Emak penuh rasa sayang.
Di atas dipannya yang selalu setia, Nada menangis dalam diam.  Ada air mata dan isak yang ia sembunyikan.  Tetesan bening itu membasahi matanya.  Menetes pada bantal lusuh satu-satunya. 
Emak mendekatinya tanpa curiga.  Dibelainya rambut Nada.  Buah hati semata wayangnya bergeming, membiarkan Emak mengira ia tertidur dalam pulas. 
“Teruslah mengejar mimpimu, Nak.  Emak selalu mendoakanmu.”  Sebentuk kecupan di pipi Nada meneguhkan asa yang hampir rapuh.  Bersatu dalam mimpi indah, membawa bahtera berlabuh.

Glosarium:
1.      Nggeus atuh ulah tengteuingeun=Sudahlah jangan melampau
2.      jelma samadya=manusia sederhana
3.      teu boga acis keur nyediaan biayana=nggak punya uang buat menyediakan biaya
4.      teu sawios=nggak apa-apa
5.      Sabeuneurna lebar acis teh=Sebenarnya sayang uang tuh 

Lampiran Surat Pernyataan:
 SURAT PERNYATAAN
 KEASLIAN NASKAH CERITA PENDEK PESERTA FESTIVAL LITERASI SEKOLAH (FLS)
SMP TINGKAT NASIONAL TAHUN 2019

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: AULIA  AZZAHRA
NISN: 0055813686
Sekolah: SMPIT NURUL AMANAH
menyatakan bahwa naskah cerita pendek yang berjudul  ASA NADA, SI GADIS NAGA merupakan karya saya dan tidak mengandung unsure plagiarisme.  Jika ternyata ditemukan unsure plagiarisme pada seluruh atau sebagian dari karya ini maka saya bersedia didiskualifikasi sebagai peserta festival literasi sekolah (FLS) tahun 2019.

Demikian pernyataan ini saya sampaikan dengan sebenar-benarnya.

                                                                                                Tasikmalaya, 10 Maret 2019



                                                                                                AULIA AZZAHRA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IMPIAN PENUH KENANGAN

IMPIAN PENUH KENANGAN  Oleh: Farel Kemenangan Tim Bulutangkis SMPN III di tingkat provinsi tahun lalu memberikan semangat yang tak perna...