FESTIVAL
LITERASI SEKOLAH
Cabang Lomba:
CIPTA CERPEN
Nama Siswa :
AULIA AZZAHRA
NISN:
0055813686
Nomor Registrasi: FORMAT LEMBAR IDENTITAS
Cabang Lomba: CIPTA
CERPEN
Naskah: CERITA PENDEK
Nomor Registrasi:CIPTA CERPEN _ASA NADA, SI GADIS NAGA_0055813686
Format Naskah Inti:
ASA NADA, SI
GADIS NAGA
Tangan mungil itu mulai menari,
menguntai lembar demi lembar bambu dalam genggamannya. Nada Suraya, gadis tiga belas tahun itu
menyelesaikan sekolah dasarnya tahun ini.
Pikirannya dipenuhi satu tekad, ia
harus terus melanjutkan sekolah.
“Nada, kamu jangan terlalu
memaksakan diri menyelesaikan anyaman itu.”
Emak menegurnya lembut.
“Nada harus menyelesaikan anyaman
ini seratus buah sehari, Mak,” balas Nada datar.
Keinginan Nada sekolah sambil mondok
di pesantren sangatlah kuat.
“Emak yang sudah terampil juga hanya
mampu menyelesaikan tiga perempat dari seratus.
Nggeus atuh ulah tengteuingeun.” Emak meninggalkan Nada seorang dari di gudang
pembuatan anyaman itu. Sebentar lagi
magrib memaksa mereka berhenti bekerja karena gelap.
Target anyaman Nada adalah jawaban
atas menyerahnya Emak terhadap keinginannya. Biaya awal masuk yang besarnya
mencapai lebih dari lima juta sangat jauh dari jangkauan kemampuan Emak. Nada punya waktu dua bulan untuk menabung
dari hasil anyaman.
Upah menganyam yang ia terima
hanyalah Rp 500 tiap buahnya. Ia kembali
menghitung sisa hari yang masih dia miliki.
Dipandanginya kaleng tempat ia menabung.
Ia hampiri kaleng di bawah dipan bambu.
Pelan dibukanya kaleng itu, ia tumpahkan isinya, menghasilkan suara
gemerincing uang recehan. Satu-satu ia
hitung tabungannya, hanya tiga ratus dua ribu rupiah. Masih jauh dari angka lima juta yang
ditujunya.
“Hemmm, empat juta tujuh ratus lagi. Dari dua bulan kesempatan yang aku punya, aku
hanya akan dapat mengumpulkan uang tiga juta.
Masih kurang satu juta tiga ratus.
Berarti aku kalah dan harus mengurungkan niatku untuk mondok.”
Tidak terasa air bening mengalir
dari sudut matanya yang lembut. Di
tengah keputus asaannya, Nada hanya bisa menengadahkan tangan, minta pada yang
Maha Kaya.
“Ya Allah, berikan pertolonganMu
pada hamba yang tiada daya dan upaya ini.
Limpahkan rejeki agar hamba dapat menimba ilmu dari sisiMu.” Demikian berulang-ulang Nada berdoa di saat
sujud dan selepas sembahyang,
***
Kesedihan Nada
tidak membuatnya putus asa. Tiap pagi
sekali, saat matahari baru menyapa, ia
menuju gudang penyimpanan anyaman milik bandar Jauhar. Ia akan pulang saat menjelang maghrib.
Suatu ketika
seorang turis lokal mengunjungi gudang tempatnya bekerja. Ia terkagum-kagum melihat cara Nada
bekerja. Cepat dan rapih.
“Assalamu’alaikum,
Masya Allah, bagus sekali hasil anyamanmu, Dik.
Boleh Kakak tahu siapa namamu?”
Nada menghentikan sejenak
gerakan tangannya menguntai serat bambu itu.
Disalaminya wanita muda berkerudung biru di depannya.
“Waalaikumsalam.” Nada mencium tangan wanita muda itu takzim.
Wanita itu
menyodorkan selembar brosur dari kantor tempatnya bekerja. Ternyata Aparatur Sipil Negara di dinas
pariwisata. Nada mencermati satu-satu
kata dalam pamphlet itu. Senyuman
merekah di wajah manisnya.
“Benarkan
informasi ini, Kak?” Nada seakan mimpi
di siang hari
Lomba Kreatifitas
Anyaman Bambu. Dinas Pariwisata
bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengadakan lomba cipta
kreasi anyaman bambu. Bertempat di
Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten. Berhadiah total dua puluh juta rupiah.
“Event-nya
kapan, Kak? O’ya, boleh saya mengenal nama Kakak?”
“Nama saya
Tantri. Untuk waktu lomba, masih ada
waktu sebulan lagi. Lihat itu di brosur
1 Juni tahun ini.”
“Kebetulan
sekali, Kak. Saya sedang berusaha untuk
mendapatkan biaya sekolah saya.” Nada
menceritakan kesulitan yang sedang dihadapinya.
Kak Tantri
mengusap lembut kepala Nada penuh kasih sayang, “Rasanya aku memberikan
informasi ini pada saat dan pada orang yang tepat. Semoga Nada dapat meraih cita-citanya,” batin
Kak Tantri dalam hati.
“Kakak ikut
berdoa, semoga kamu berhasil menjadi juara dan bisa meraih cita-cita kamu,
ya?! Kakak yakin, dengan keterampilanmu
yang jarang dimiliki orang lain akan mengantarkanmu menjadi juara. Insya Allah.”
“Aamiin,
terimakasih doanya, Kak.”
Pertemuan itu
mengembalikan harapan Nada untuk bisa belajar di pesantren idamannya. Sesampai di rumah, Nada bercerita pada Emak
tentang berita gembira yang di dapatinya dari Kak Tantri. Di luar dugaan tanggapan Emak dingin tanpa
ekspresi.
“Nada, Emakmu
ini jelma samadya, tidak pernah berani berminpi. Kalau gagal tidak akan pernah merasa terlalu
sakit.” Mungin maksud emak baik. Khawatir buah hatinya kecewa dan
frustasi. Tapi Nada selalu merasa ia
harus berjuang sendiri. Kadang Nada
kebingungan harus mengadu pada siapa, sementara ayahnya telah lama merantau di kota,
tanpa kabar berita.
“Jadi Emak
nggak merestui Nada ikut lomba?” tanya Nada hati-hati.
“Emak Cuma bisa
berdoa yang terbaik buat kamu, tapi Emak teu boga acis keur nyediaan biayana.”
“Teu sawios,
Mak. Yang penting Emak mengizinkan Nada
berangkat. Nada punya sedikit tabungan
buat biaya perlombaan.”
“Sabeuneurna
lebar acis teh kalau hanya untuk hal yang sia-sia dengan kekalahan tanpa
hasil. Kita masih banyak kebutuhan untuk
makan sehari-hari.”
Emak terus
menumpahkan beban hidup dan rasa kecewanya.
Nada bisa memaklumi, betapa kekecewaan ditinggal bapak selama tiga
tahun, bukan hal yang mudah untuk diterimanya sebagai kenyataan.
“Emak, Nada
pamit tidur dulu, ya. Besok harus
berangkat ke Bandar Jauhar pagi-pagi.
Takut kesiangan.” Nada mencium
tangan Emak penuh rasa sayang.
Di atas
dipannya yang selalu setia, Nada menangis dalam diam. Ada air mata dan isak yang ia
sembunyikan. Tetesan bening itu
membasahi matanya. Menetes pada bantal
lusuh satu-satunya.
Emak
mendekatinya tanpa curiga. Dibelainya
rambut Nada. Buah hati semata wayangnya
bergeming, membiarkan Emak mengira ia tertidur dalam pulas.
“Teruslah
mengejar mimpimu, Nak. Emak selalu
mendoakanmu.” Sebentuk kecupan di pipi
Nada meneguhkan asa yang hampir rapuh.
Bersatu dalam mimpi indah, membawa bahtera berlabuh.
Glosarium:
1.
Nggeus
atuh ulah tengteuingeun=Sudahlah jangan melampau
2.
jelma
samadya=manusia sederhana
3.
teu boga
acis keur nyediaan biayana=nggak punya
uang buat menyediakan biaya
4.
teu
sawios=nggak apa-apa
5.
Sabeuneurna
lebar acis teh=Sebenarnya
sayang uang tuh
Lampiran Surat Pernyataan:
KEASLIAN NASKAH CERITA PENDEK PESERTA FESTIVAL
LITERASI SEKOLAH (FLS)
SMP TINGKAT
NASIONAL TAHUN 2019
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama:
AULIA AZZAHRA
NISN: 0055813686
Sekolah: SMPIT
NURUL AMANAH
menyatakan bahwa naskah cerita pendek yang berjudul ASA NADA, SI GADIS NAGA merupakan karya saya
dan tidak mengandung unsure plagiarisme.
Jika ternyata ditemukan unsure plagiarisme pada seluruh atau sebagian
dari karya ini maka saya bersedia didiskualifikasi sebagai peserta festival
literasi sekolah (FLS) tahun 2019.
Demikian pernyataan ini saya sampaikan dengan sebenar-benarnya.
Tasikmalaya,
10 Maret 2019
AULIA
AZZAHRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar