Masih kutunggu pertanyaan Denia. Keheranannya
tentang cita-citaku membentuk keluarga poligami, belum terjawab.
Aku tahu denia butuh jawaban secepatnya. Denia tak ingin Hasna berlama-lama dalam sakitnya. Dia pernah bilang kalau dia harus menyelamatkan Hasna dari penyakit anehnya.
Dering panggilan video wa masuk. Aku lihat sinyal wifi speedy penuh.
Aku tahu denia butuh jawaban secepatnya. Denia tak ingin Hasna berlama-lama dalam sakitnya. Dia pernah bilang kalau dia harus menyelamatkan Hasna dari penyakit anehnya.
Dering panggilan video wa masuk. Aku lihat sinyal wifi speedy penuh.
"Assalamualaikum, Kak Mutia lagi sibuk
nggak?" tanya Denia di seberang sana.
Ini video call pertama yang jernih tanpa
gangguan.
"Buat kamu nggak ada istilah sibuk. Justru salah satu kesibukanku adalah kamu." Untuk kesekiankalinya Denia nyengir cantik.
"Buat kamu nggak ada istilah sibuk. Justru salah satu kesibukanku adalah kamu." Untuk kesekiankalinya Denia nyengir cantik.
Aku lihat, tempat kos Denia cukup nyaman dan
luas. Tidak sia-sia aku kuliahin di DKV. Rumah sewa dengan dua kamar tidur,
satu ruang tamu, satu ruang tengah, satu ruang makan yang bersatu dengan dapur
dan dua kamar mandi. Satu kamar mandi di dekat dapur dan satu lagi di kamar
tidur utama yang cukup luas. Video call kali ini begitu memuaskan. Aku bisa
melihat tiap sudut ruang yang artistik di tangan Denia. Dia pandai menata
rumah. Kesannya jadi luas. Padahal rumah sewa itu hanya berukuran 15 x 10 m.
Bagian depannya ada tanah kosong yang ia tanami dengan tanaman hias yang baru,
distek. Ada juga tulip yang sudah mulai berbunga. Mungkin ia beli di toko bunga
atau ditanam oleh penghuni sebelumnya.
Puas menunjukkan istana mungilnya, Denia duduk
di sofa ruang tamu. Di belakangnya ada bunga tulip yang dia potong dan
diletakkan pada vas berisi air. Indah warna warni.
"Mbak, Denia pingin tahu kenapa Kak Mutia
bercita-cita membangun rumah tangga poligami. " Pertanyaan Denia berkesan
serius dan resmi.
"Alasannya banyak banget Denia. Siap-siap
alat tulis, ya?"
"Kak Mutia, kajian jarak jauh, nih? Siap,
Kak." Denia mengambil buku kajian tebal yang dia gunakan tiap kali
mencatat materi penting."
"Kita ngobrol santai aja, ya, Denia?
Pertama, keyakinan bahwa tiap yang disyariatkan oleh Allah SWT untuk umatnya
pasti ada keutamaan dan keberkahan di dalamnya. Apalagi para nabi juga
mengamalkannya. Tidak mungkin Rasul mencontohkan sesuatu yang negatif. Pasti baik,
pasti berkah, pasti maslahat dan pasti penuh hikmah." Aku menggunakan kata
pasti, maksudnya untuk membuat Denia yakin.
"Kalau boleh tahu apa maslahat, manfaat,
hikmah dan keberkahan poligami itu?"
Pertanyaan yang membuatku harus membuka file kajian
poligami. Minimal yang tersisa dalam benakku.
"Coba kita renungkan, poligami adalah satu
madrasah yang Allah sediakan untuk mendidik makhluk bernama manusia. Perempuan
yang kata Rasulullah nafsunya ada sembilan dan akalnya satu perlu mendapat
didikan agar mampu menundukkan sembilan nafsunya itu. Sementara laki-laki
memiliki sembilan akal dan satu nafsu. Nafsu terberat dari laki-laki adalah
nafsu syahwat pada perempuan. Makanya sampai usia berapapun laki-laki jarang
yang mengalami lemah syahwat sementara untuk perempuan ada masa menopause dan
moodnya dalam melayani suami sangat mudah terganggu. Misalnya karena capek,
masalah kantor dan seterusnya. Makanya untuk mengalahkan kemalasan itu Islam
memberi hukuman cukup berat buat wanita yang tidak mau melayani suaminya.
Misalnya malaikat melaknat saat wanita menolak pelayanan pada suami tanpa uzur
yang jelas dan dapat dibenarkan?”
“Kak Mutia sudah seperti psikolog aja ya, atau
lebih tepat konsultan pernikahan. Tapi Kak, mereka yang tidak memakai dalil itu
menganggap dalil itu salah dan tidak tepat. Buktinya banyak wanita yang cerdas
melebihi laki-laki.”
“Rasulullah memberi gambaran secara umum. Kalau
secara khusus mungkin ada kasus wanita yang akalnya melebihi nafsunya.
Rata-rata wanita pintar karena nafsu ingin belajar dan berusahanya yang tinggi.
Ingat Denia, makna nafsu itu dorongan atau keinginan melakukan sesuatu. Coba
amati teman-teman yang punya IPK tinggi dari kalangan akhwat. Bedakan dengan
Ikhwan yang ber-IPK tinggi.“
“Iya juga, Kak. Aku pingin nilai gede dibelain
belajar setengah mati sampai larut malam. Eh, temen yang ikhwan kerjaannya di
kelas tidur melulu, lulusnya cumlaude.” Denia terdiam sejenak, membetulkan
jilbabnya dengan video yang dianggapnya kaca. “ Jadi lupa, diskusi kita sampai
mana, ya?”
“Hikmah didikan Allah dalam poligami.”
“Oh iya, jadi poligami mendidik nafsu kaum hawa
dan mengasah akal kaum Adam. Seakan menjadi lahan untuk membuktikan keimanan
dengan segala ujian di dalamnya.”
“Benar sekali. Rasulullah memberitahu kita
bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum dia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Bagaimana kita membuktikan keimanan
kita bahwa kita mampu mencintai orang lain sebagaimana cinta pada diri sendiri?
Poligami jawabannya."
“Tapi kenapa wanita banyak yang nggak mau
poligami. Kebanyakan mereka merasa direndahkan saat suaminya menikah lagi.”
“Itulah wanita berbicara dengan nafsunya. Coba
kalau berbicara atas dasar akal. Justru banyak keringanan dengan mengizinkan
suami menikah lagi. Bahkan memberi sumber bahagia buat yang kita sayangi. Cinta
sejati itu adalah sebentuk rasa pengorbanan diri untuk membuat yang kita cintai
itu bahagia.”
“Denia setuju, Kak. Bukankah manusia yang
paling besar kasih sayangnya adalah Rasulullah. Beliau sampai mengorbankan apa
saja agar risalah ini sampai pada kita. Jabatan, harta, wanita tidak membuat
Rasulullah melepas risalah ini bahkan seandainya matahari, bumi dan bulan
diberikan pada beliau maka keinginan menyelamatkan umat manusia untuk bisa
meraih surga lebih dipilihnya. Tidak peduli keluarga, harta bahkan nyawa harus
dikorbankan untuk cinta kasihnya pada umat manusia.”
Sudah aku duga. Tidak sulit untuk membuat Denia
memahami diskusi ini. Pertanyaan demi pertanyaan itu terus mengalir dari
lisannya. Sampailah perasaan cinta yang seringkali menimbulkan rasa saling
memiliki. Istri kadang ingin menjadi satu-satunya yang dimiliki suami demukian
juga suami ingin menjadi satu-satunya yang dimiliki istri.
“Begini Denia, sebenarnya manusia tidak
memiliki dan tidak dimiliki. Sebentar, aku email materi manusia tidak memiliki
dan tidak dimiliki dari Abuya Asy’ari Muhammad. Materi guru Kak Mutia waktu
kuliah dulu.”
Aku membuka email dan mengirimkan materi
sepuluh tahun yang lalu.
Salah satu yang membuat manusia gelisah adalah
anggapan bahwa kita memiliki sesuatu yang ada di dunia ini. Demikian juga kita
menjadi insan yang tidak merdeka karena merasa dimiliki oleh yang merasa
memiliki kita.
Pada kesempatan kita akan membahas dari segi
keilmuan dan selanjutnya menghadirkan kesadaran bahwa kita tidak memiliki dan
tidak dimiliki.
Pada kajian sebelumnya kita telah menguraikan
bahwa manusia itu tidak memiliki apa-apa. Kali ini kita akan membahas pula
tentang manusia juga tidak dimiliki oleh sesiapa jua kecuali milik Allah yang
mutlak.
Apakah hujah atau dalil bahwa manusia itu tidak
dimiliki, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari kita merasa dimiliki? Paling
tidak ada yang merasa milik majikan, boss di tempat kerja kita, milik ibu bapa
kita, milik suami kita? Bahkan sebagian yang tidak memahami ikatan halal pria
dan wanita, ada yang merasa saling memiliki. Misalnya mereka yang masih
menghalalkan percintaan di luar pernikahan. Hingga satu sama lain merasa
terikat. Naudzubillahi min dzalik.
Hujahnya ialah,
Pertama: Manusia adalah makhluk ciptaan Allah sama
seperti yang lain juga. Perbedaannya hanya pada kelebihan manusia dalam roh dan
akalnya dibanding makhluk lain seperti hewan, tumbuhan maupun benda mati.
Adanya roh dan akal itulah yang menjadikan manusia makhluk yang mukalaf, yang
dipertanggungjawabkan dengan syariat dan peraturan Allah. Maka ia mesti tunduk
dan patuh pada peraturan-peraturan Allah. Kerana ia adalah milik Allah dan
merupakan hamba-Nya.
Kedua: Manusia lain juga adalah ciptaan Allah.
Sebagai sesama ciptaan Allah dan bukan diciptakan oleh yang selain itu,, maka
tidak berhak dia merasakan manusia lain lebih daripadanya dan berkuasa ke
atasnya.
Jadi apa yang dikehendaki dalam ajaran Islam
ialah kalau ada manusia merasa dia berkuasa, namun:
1. Jangan manusia yang merasakan dirinya dikuasai atau dimiliki sehingga rela menghambakan dirinya pada manusia-manusia lain.
2. Jangan pula mengikat diri dengan peraturan-peraturan atau pahaman yang bertentangan dengan peraturan Allah.
1. Jangan manusia yang merasakan dirinya dikuasai atau dimiliki sehingga rela menghambakan dirinya pada manusia-manusia lain.
2. Jangan pula mengikat diri dengan peraturan-peraturan atau pahaman yang bertentangan dengan peraturan Allah.
Perlu juga diingatkan di sini bahwa manusia
boleh tunduk dan patuh kepada manusia lain, mungkin ketuanya atau pemimpinnya,
suaminya, ibu ayahnya dan lain-lain lagi selagi mereka masih taat pada Allah.
Kepatuhannya itu pada hakikatnya dikaitkan dengan kepatuhannya kepada Allah.
Kalau bukan kerana alasan di atas, sekali-kali tidak boleh manusia itu taat
pada manusia yang lain, sesuai dengan hadis: Tidak boleh taat pada sebarang
makhluk yang mendurhakai Allah.
Ditegaskan sekali lagi bahwa manusia tidak
boleh tunduk dan patuh pada manusia lain kecuali kalau ia patuh kepada Allah
kerana manusia semuanya ciptaan Alah yang sekaligus menjadi milik atau hak atau
kepunyaan Allah. Artinya mereka hamba kepada Allah. Kalau begitu, tidak berhak
sebarang makhluk membuat peraturan-peraturan serta memperhambakan manusia lain
untuk kepentingan dirinya. Kemudian menyuruh atau memaksa manusia lain mengikut
peraturan-peraturannya yang bertentangan dengan peraturan Allah itu. Hanya
Allah saja yang berhak membuat peraturan ke atas manusia. Kerana manusia itu
adalah ciptaan-Nya dan hamba-Nya. Jadi manusia tidak berhak membuat
peraturan-peraturan untuk sesama manusia dengan sesuatu yang bertentangan
dengan aturan Allah, kerana mereka itu sama-sama makhluk dan hamba Allah, yang
sepatutnya merasa sama-sama terikat dengan peraturan Allah.
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat
284, yang artinya Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di
bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikunnya niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan menyiksa
siapa yang dikehendakiNya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
“Nanti Denia baca emailnya ya, kak.”
“Inti dari isi email itu, bahwa manusia
semata-mata milik Allah SWT secara mutlak sehingga harus meletakkan ketaatan
pada Allah. Bisa taat pada sesama asal apa yang diperintahkan masih bersesuaian
dengan perintah Allah. Bisa membuat aturan asal tidak menyalahi perintah dan
laranganNya. Jadi adalah sebuah kesalahan bila kita menganggap suami kita milik
kita secara mutlak, begitupun sebaliknya. Mengikatkan kepemilikan hanya akan
membuat kita tidak siap saat Allah menjauhkan kita dari karuniaNya.”
“Denia paham, Kak. Materi itu pernah juga Denia
dapat di Al Hidayah.”
“Prinsip kamu untuk marah ataupun tidak hanya
pada hal-hal yang mendatangkan kemurkaan Allah sudah menjadi bekal untuk
menerima poligami Denia.”
“Jadi selama orang yang berpoligami tidak
menyalahi aturan Allah, kenapa harus anti dan fobia?”
Kami terus berdiskusi, hikmah dan maslahat
poligami. Diskusi mendalam itu bahkan masuk ke pembahasan genetika. Penentu
gender adalah kromosom XY dari laki-laki dan XX dari perempuan. Maka peluang
munculnya laki-laki dan perempuan sama (1:1). Ini merupakan bagian dari
keadilan Allah. Tapi mengapa hokum syariat poligami muncul? Dalam
perkembangannya jumlah wanita sebagai golongan yang diprioritaskan
perlindungannya bersama orang tua dan anak-anak maka otomatis jumlahnya lebih
banyak.
“Denia, coba kamu bandingkan dulu waktu di
pengajian kampus. Mana lebih banyak anggota ikhwan atau akhwat? Atau di IKWK
pegiat pria dan wanita banyakan mana? Terus mualaf di negara-negara
Eropa-Amerika kebanyakan pria atau wanita?”
“Akhwat dong, Kak. Sampai-sampai kami harus
rela antri saat taaruf karena jumlah akhwat tiga kali lipat daripada ikhwan.
Juga di IKWK ini jumlah akhwatnya dua kali lipat dari ikhwan. Kalau data mualaf
di Eropa sama Amerika Denia kurang tahu, tuh.”
“Seandainya poligami tidak dipandang rendah,
maka solusi akan mudah didapatkan. Dan perkembangan dakwah akan makin cepat.
Secara demografi misalnya. Ayah ibu yang sekepahaman akan melahirkan anak-anak
yang sekepahaman juga. Bayangkan bila antrian ini dibiarkan tanpa solusi,
kebaikan akan terhambat penyebarannya.”
“Kak Mutia bikin aku makin kagum.” Denia
memujiku entah untuk yang keberapa kali.
“Jadi banyak permasalahan bisa diselesaikan
dengan cara yang Allah halalkan ini.”
“Aku browsing tentang praktisi poligami, Kak.
Rupanya dulu poligami nggak dipandang aneh dan tapi tidak seperti di akhir
zaman yang kita alami sekarang. Kira-kira apa ya, Kak, penyebabnya?”
“Ada kepentingan imperialis bekerja sama dengan
orientalis untuk menjauhkan ummat dari agamanya. Salah satu cara efektif,
menjauhi ummat dari Rasul. Diopinikan bahwa poligami adalah sisi buruk nabi.
Bahkan dengan berbagai tuduhan keji yang aku sendiri nggak tega mengungkapnya.
Padahal Rasulullah sebagai teladan ummat yang sempurna selalu membagi ilmu yang
Allah wahyukan dalam kondisi apapun. Serangan ini mereka tuangkan dengan
berbagai cara. Tulisan yang dibuat seolah ilmiah, juga yang paling efektif
melalui dunia entertain, lagu, film, juga karya sastra.”
“Berarti peranan dongeng, sinetron, film juga
besar ya untuk membuat manusia membencinya. Ingat nggak Ratapan Anak Tiri,
Cinderela, Putri Salju, Derita Aminah, semua membuat kita benci ibu tiri atau
istilah sekarang mahmud alias mamah muda.”
Kami tertawa ikut geli mengingat semua kisah
yang dulu pernah menghiasi kepala kami. Lebih tepat mengontaminasi.
“Tapi ada kisah-kisah pahit itu terjadi bahkan
hingga kini banyak praktisi poligami yang jauh dari sunnah dan tuntunan Allah,
Kak.” Denia menganalisis poligami dalam praktiknya.”Justru ini yang makin
memperburuk wajah poligami. Dan ini lebih efektif dari serangan orientalis.
Lagi-lagi Rasulullah ikut mendapat getahnya akibat ulah umat yang tidak
bertanggung jawab.”
“Semua seperti lingkaran setan Denia. Ketika
umat tidak menerima poligami. Mereka baik dari kalangan abangan maupun yang
paham syariat kadang terpaksa melakukan praktik poligami secara diam-diam dan
dibalut kebohongan. Ketidakjujuran membuat istri merasa suaminya telah
selingkuh. Rumah tangga menjadi kacau dan berantakan. Anak jadi korban dan
generasi pembenci poligami makin banyak,” lanjutku.
“Ibarat pasien, poligami ini sedang terserang
penyakit akut.” Kesimpulan singkat Denia sangat tepat.
“Tapi jangan kecil hati di sebagian kecil di
dunia ini tetap ada pejuang syariat poligami yang siap membela rasul dengan
praktik poligami dengan baik dan benar.”
“Kak Mutia kenal dengan mereka?”
“Ada beberapa yang aku keanl. Nggak banyak
hanya tiga keluarga.”
“Sepertinya aku harus silaturahim ke mereka
bareng Mas Bagas. Di Jerman ini ada juga , Kak?”
“Ada Denia, yang ku kenal di Jerman satu
keluarga.”
“Siapa namanya? Aku mau tahu alamatnya, Kak.”
Aku memberikan alamat syekh Nizamudin di
Apartemen Naam Frankfurt, Lärchenstraße 54 A, 65933 Frankfurt am Main. Hubungi
saja no wa ini. Aku mem-forward nomor ummi Sakinah untuk Denia, +49 69 7731119.
Bagas pulang dari perpustakaan IKWK dan
menyapaku ramah. ”Denia, video call-an nggak ngajak-ngajak. Ada bincang rahasia
apa, nih?”
“Nggak ada apa-apa Bagas, kami hanya sedikit
berdiskusi tentang poligami,” jawabku polos, tanpa curiga kalau Bagas bakal
marah
“Kak, aku ini nggak mau menduakan Denia dengan
siapa pun. Aku nggak mau nyakitin hati dia. Sudahlah, aku nggak tertarik untuk
itu. Aku sudah cukup dengan Denia, satu aja nggak habis, ngapain nambah?”
Aku tidak menyangka Bagas mengungkapkan semua
itu dengan nada ketus. Aku tidak ingin Bagas marah berkepanjangan. Aku segera
akhiri video call dengan mengucap salam.
Bagas tidak memutuskan video wanya. Mereka
terlupa dengan HP dan langsung terlibat perbincanga tentang poligami, juga
Hasna. Rasa bersalah menyelimuti hatiku khawatir ada masalah antara Bagas dan
Denia. Aku biarkan suara perbincangan mereka terdengar di HP-ku.
“Denia, keselamatan Hasna penting. Tapi aku
hanya mencintai kamu. Apa kamu tega aku menikahi Hasna tanpa cinta? Belum lagi
pandangan orang bahwa aku selingkuh, bahwa kamu nggak bisa melayani aku dengan
baik.”
“Mas, menyelamatkan nyawa seseorang itu bila
kita mampu, wajib hukumnya. Barang siapa menyelamatkan satu manusia, maka
seakan dia menyelamatkan seluruh nyawa manusia. Sebaliknya bila membunuh atau
pun membiarkan seorang kehilangan nyawa maka seakan dia menghilangkan nyawa
seluruhnya. Lagi puala jangan samakan poligami dengan perslingkuhan.”
“Jangan sampai kita terjebak dan mudah percaya
dengan perkataan meskipun berpredikat ustaz. Apakan dia tidak mungkin salah,
toh dia juga tidak bisa melihat jodohku di lauh mahfuz itu siapa. Apa kamu
nggak kepikiran semua cerita Hasna hanya mengada-ada. Penuh misteri dan hal
yang berbau mistik.”
Denia terdiam. “Mas, aku sudah istikharah, apa
Mas Bagas nggak percaya denganku?”
“Apa jawaban dari istikharahmu itu?”
“Bangunan istana di surga. Ada kita berdua,
Mbak Hasna, Biru dan beberapa anak kecil. Mas, aku mohon Mas Bagas istikharah,
karena Allah, Mas. Atas nama cinta Mas Bagas buat aku. Untuk ketenangan aku,
lepas dari segala perasaan dosa dan salah. Kita harus buktikan syariat poligami
ini cara hidup yang indah. Ini bukan perselingkuhan tapi sunnah yang
ditinggalkan.”
“Aku tidak mau, Denia. Ibuku menderita karena
poligami. Ibuku benci poligami dan itu sudah ditanamkannya sejak aku kecil. Ah,
aku nggak mau memperpanjang perbincangan ini.”
“Mas Bagas mau kemana, jangan marah, Mas!”
Denia mengejar Bagas dan terdengar suara seseorang terjatuh.
“Mas, tolong aku. Aku jatuh.” Suara dari
Androidku terputus bersamaan dengan suara jatuh Denia. Sepertinya andrid Denia
terjatuh juga.
Aku cemas dengan kondisi Denia. Kandungannya
sebulan lagi mendekati perkiraan kelahiran. Kumatikan video call dan mencoba
telepon suara wa. Tapi tidak ada yang mengangkat. Aku mencari nomor wa Bagas
dan menghubunginya. Bagas mengangkat panggilanku.
“Bagas bagaimana keadaan Denia. Aku nggak enak
hati tiba-tiba.”
“Dia jatuh, Kak. Aku yang salah. Pendarahan,
tapi nggak banyak. Sepertinya Denia harus istirahat mempersiapkan kelahiran
anak kami.”
“Maafkan aku Denia. Apa pun akan kelakukan
untuk kebahagiaanmu. Apa permintaanmu, Sayang….?
“Aku ingin hati ini tenang dari rasa bersalah.
Aku akan merasa berdosa, bila sesuatu yang buruk menimpa Mbak Hasna. Kumohon,
Mas Bagas bertanya pada Allah, apa yang harus kita putuskan. Istikharahlah,
Mas.”
“Insyaallah akan aku lakukan, demi cintaku
padamu, Denia.”
“Lakukan karena Allah, Mas. Semoga kita tidak
salah niat.”
***
Alhamdulillah, perbincangan kami berakhir
positif Ahad pagi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar