Senin, 19 November 2018

Kisah Ke-24 (Novel KCMS)


Kisah Ke-24
BUKAN PERSELINGKUHAN
#TantanganMenulisdarilagu
#SahabatKabolMenulis
#SeriKisahDenia
 
Masih kutunggu pertanyaan Denia. Keheranannya tentang cita-citaku membentuk keluarga poligami, belum terjawab.
           Aku tahu denia butuh jawaban secepatnya. Denia tak ingin Hasna berlama-lama dalam sakitnya. Dia pernah bilang kalau dia harus menyelamatkan Hasna dari penyakit anehnya.
          Dering panggilan video wa masuk. Aku lihat sinyal wifi speedy penuh.
"Assalamualaikum, Kak Mutia lagi sibuk nggak?" tanya Denia di seberang sana.
Ini video call pertama yang jernih tanpa gangguan.
"Buat kamu nggak ada istilah sibuk. Justru salah satu kesibukanku adalah kamu." Untuk kesekiankalinya Denia nyengir cantik.
Aku lihat, tempat kos Denia cukup nyaman dan luas. Tidak sia-sia aku kuliahin di DKV. Rumah sewa dengan dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang tengah, satu ruang makan yang bersatu dengan dapur dan dua kamar mandi. Satu kamar mandi di dekat dapur dan satu lagi di kamar tidur utama yang cukup luas. Video call kali ini begitu memuaskan. Aku bisa melihat tiap sudut ruang yang artistik di tangan Denia. Dia pandai menata rumah. Kesannya jadi luas. Padahal rumah sewa itu hanya berukuran 15 x 10 m. Bagian depannya ada tanah kosong yang ia tanami dengan tanaman hias yang baru, distek. Ada juga tulip yang sudah mulai berbunga. Mungkin ia beli di toko bunga atau ditanam oleh penghuni sebelumnya.
Puas menunjukkan istana mungilnya, Denia duduk di sofa ruang tamu. Di belakangnya ada bunga tulip yang dia potong dan diletakkan pada vas berisi air. Indah warna warni.
"Mbak, Denia pingin tahu kenapa Kak Mutia bercita-cita membangun rumah tangga poligami. " Pertanyaan Denia berkesan serius dan resmi.
"Alasannya banyak banget Denia. Siap-siap alat tulis, ya?"
"Kak Mutia, kajian jarak jauh, nih? Siap, Kak." Denia mengambil buku kajian tebal yang dia gunakan tiap kali mencatat materi penting."
"Kita ngobrol santai aja, ya, Denia? Pertama, keyakinan bahwa tiap yang disyariatkan oleh Allah SWT untuk umatnya pasti ada keutamaan dan keberkahan di dalamnya. Apalagi para nabi juga mengamalkannya. Tidak mungkin Rasul mencontohkan sesuatu yang negatif. Pasti baik, pasti berkah, pasti maslahat dan pasti penuh hikmah." Aku menggunakan kata pasti, maksudnya untuk membuat Denia yakin.
"Kalau boleh tahu apa maslahat, manfaat, hikmah dan keberkahan poligami itu?"
Pertanyaan yang membuatku harus membuka file kajian poligami. Minimal yang tersisa dalam benakku.
"Coba kita renungkan, poligami adalah satu madrasah yang Allah sediakan untuk mendidik makhluk bernama manusia. Perempuan yang kata Rasulullah nafsunya ada sembilan dan akalnya satu perlu mendapat didikan agar mampu menundukkan sembilan nafsunya itu. Sementara laki-laki memiliki sembilan akal dan satu nafsu. Nafsu terberat dari laki-laki adalah nafsu syahwat pada perempuan. Makanya sampai usia berapapun laki-laki jarang yang mengalami lemah syahwat sementara untuk perempuan ada masa menopause dan moodnya dalam melayani suami sangat mudah terganggu. Misalnya karena capek, masalah kantor dan seterusnya. Makanya untuk mengalahkan kemalasan itu Islam memberi hukuman cukup berat buat wanita yang tidak mau melayani suaminya. Misalnya malaikat melaknat saat wanita menolak pelayanan pada suami tanpa uzur yang jelas dan dapat dibenarkan?”
“Kak Mutia sudah seperti psikolog aja ya, atau lebih tepat konsultan pernikahan. Tapi Kak, mereka yang tidak memakai dalil itu menganggap dalil itu salah dan tidak tepat. Buktinya banyak wanita yang cerdas melebihi laki-laki.”
“Rasulullah memberi gambaran secara umum. Kalau secara khusus mungkin ada kasus wanita yang akalnya melebihi nafsunya. Rata-rata wanita pintar karena nafsu ingin belajar dan berusahanya yang tinggi. Ingat Denia, makna nafsu itu dorongan atau keinginan melakukan sesuatu. Coba amati teman-teman yang punya IPK tinggi dari kalangan akhwat. Bedakan dengan Ikhwan yang ber-IPK tinggi.“
“Iya juga, Kak. Aku pingin nilai gede dibelain belajar setengah mati sampai larut malam. Eh, temen yang ikhwan kerjaannya di kelas tidur melulu, lulusnya cumlaude.” Denia terdiam sejenak, membetulkan jilbabnya dengan video yang dianggapnya kaca. “ Jadi lupa, diskusi kita sampai mana, ya?”
“Hikmah didikan Allah dalam poligami.”
“Oh iya, jadi poligami mendidik nafsu kaum hawa dan mengasah akal kaum Adam. Seakan menjadi lahan untuk membuktikan keimanan dengan segala ujian di dalamnya.”
“Benar sekali. Rasulullah memberitahu kita bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum dia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Bagaimana kita membuktikan keimanan kita bahwa kita mampu mencintai orang lain sebagaimana cinta pada diri sendiri? Poligami jawabannya."
“Tapi kenapa wanita banyak yang nggak mau poligami. Kebanyakan mereka merasa direndahkan saat suaminya menikah lagi.”
“Itulah wanita berbicara dengan nafsunya. Coba kalau berbicara atas dasar akal. Justru banyak keringanan dengan mengizinkan suami menikah lagi. Bahkan memberi sumber bahagia buat yang kita sayangi. Cinta sejati itu adalah sebentuk rasa pengorbanan diri untuk membuat yang kita cintai itu bahagia.”
“Denia setuju, Kak. Bukankah manusia yang paling besar kasih sayangnya adalah Rasulullah. Beliau sampai mengorbankan apa saja agar risalah ini sampai pada kita. Jabatan, harta, wanita tidak membuat Rasulullah melepas risalah ini bahkan seandainya matahari, bumi dan bulan diberikan pada beliau maka keinginan menyelamatkan umat manusia untuk bisa meraih surga lebih dipilihnya. Tidak peduli keluarga, harta bahkan nyawa harus dikorbankan untuk cinta kasihnya pada umat manusia.”
Sudah aku duga. Tidak sulit untuk membuat Denia memahami diskusi ini. Pertanyaan demi pertanyaan itu terus mengalir dari lisannya. Sampailah perasaan cinta yang seringkali menimbulkan rasa saling memiliki. Istri kadang ingin menjadi satu-satunya yang dimiliki suami demukian juga suami ingin menjadi satu-satunya yang dimiliki istri.
“Begini Denia, sebenarnya manusia tidak memiliki dan tidak dimiliki. Sebentar, aku email materi manusia tidak memiliki dan tidak dimiliki dari Abuya Asy’ari Muhammad. Materi guru Kak Mutia waktu kuliah dulu.”
Aku membuka email dan mengirimkan materi sepuluh tahun yang lalu.
Salah satu yang membuat manusia gelisah adalah anggapan bahwa kita memiliki sesuatu yang ada di dunia ini. Demikian juga kita menjadi insan yang tidak merdeka karena merasa dimiliki oleh yang merasa memiliki kita.
Pada kesempatan kita akan membahas dari segi keilmuan dan selanjutnya menghadirkan kesadaran bahwa kita tidak memiliki dan tidak dimiliki.
Pada kajian sebelumnya kita telah menguraikan bahwa manusia itu tidak memiliki apa-apa. Kali ini kita akan membahas pula tentang manusia juga tidak dimiliki oleh sesiapa jua kecuali milik Allah yang mutlak.
Apakah hujah atau dalil bahwa manusia itu tidak dimiliki, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari kita merasa dimiliki? Paling tidak ada yang merasa milik majikan, boss di tempat kerja kita, milik ibu bapa kita, milik suami kita? Bahkan sebagian yang tidak memahami ikatan halal pria dan wanita, ada yang merasa saling memiliki. Misalnya mereka yang masih menghalalkan percintaan di luar pernikahan. Hingga satu sama lain merasa terikat. Naudzubillahi min dzalik.
Hujahnya ialah,
Pertama: Manusia adalah makhluk ciptaan Allah sama seperti yang lain juga. Perbedaannya hanya pada kelebihan manusia dalam roh dan akalnya dibanding makhluk lain seperti hewan, tumbuhan maupun benda mati. Adanya roh dan akal itulah yang menjadikan manusia makhluk yang mukalaf, yang dipertanggungjawabkan dengan syariat dan peraturan Allah. Maka ia mesti tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan Allah. Kerana ia adalah milik Allah dan merupakan hamba-Nya.
Kedua: Manusia lain juga adalah ciptaan Allah. Sebagai sesama ciptaan Allah dan bukan diciptakan oleh yang selain itu,, maka tidak berhak dia merasakan manusia lain lebih daripadanya dan berkuasa ke atasnya.
Jadi apa yang dikehendaki dalam ajaran Islam ialah kalau ada manusia merasa dia berkuasa, namun:
1. Jangan manusia yang merasakan dirinya dikuasai atau dimiliki sehingga rela menghambakan dirinya pada manusia-manusia lain.
2. Jangan pula mengikat diri dengan peraturan-peraturan atau pahaman yang bertentangan dengan peraturan Allah.
Perlu juga diingatkan di sini bahwa manusia boleh tunduk dan patuh kepada manusia lain, mungkin ketuanya atau pemimpinnya, suaminya, ibu ayahnya dan lain-lain lagi selagi mereka masih taat pada Allah. Kepatuhannya itu pada hakikatnya dikaitkan dengan kepatuhannya kepada Allah. Kalau bukan kerana alasan di atas, sekali-kali tidak boleh manusia itu taat pada manusia yang lain, sesuai dengan hadis: Tidak boleh taat pada sebarang makhluk yang mendurhakai Allah.
Ditegaskan sekali lagi bahwa manusia tidak boleh tunduk dan patuh pada manusia lain kecuali kalau ia patuh kepada Allah kerana manusia semuanya ciptaan Alah yang sekaligus menjadi milik atau hak atau kepunyaan Allah. Artinya mereka hamba kepada Allah. Kalau begitu, tidak berhak sebarang makhluk membuat peraturan-peraturan serta memperhambakan manusia lain untuk kepentingan dirinya. Kemudian menyuruh atau memaksa manusia lain mengikut peraturan-peraturannya yang bertentangan dengan peraturan Allah itu. Hanya Allah saja yang berhak membuat peraturan ke atas manusia. Kerana manusia itu adalah ciptaan-Nya dan hamba-Nya. Jadi manusia tidak berhak membuat peraturan-peraturan untuk sesama manusia dengan sesuatu yang bertentangan dengan aturan Allah, kerana mereka itu sama-sama makhluk dan hamba Allah, yang sepatutnya merasa sama-sama terikat dengan peraturan Allah.
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 284, yang artinya Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikunnya niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan menyiksa siapa yang dikehendakiNya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
“Nanti Denia baca emailnya ya, kak.”
“Inti dari isi email itu, bahwa manusia semata-mata milik Allah SWT secara mutlak sehingga harus meletakkan ketaatan pada Allah. Bisa taat pada sesama asal apa yang diperintahkan masih bersesuaian dengan perintah Allah. Bisa membuat aturan asal tidak menyalahi perintah dan laranganNya. Jadi adalah sebuah kesalahan bila kita menganggap suami kita milik kita secara mutlak, begitupun sebaliknya. Mengikatkan kepemilikan hanya akan membuat kita tidak siap saat Allah menjauhkan kita dari karuniaNya.”
“Denia paham, Kak. Materi itu pernah juga Denia dapat di Al Hidayah.”
“Prinsip kamu untuk marah ataupun tidak hanya pada hal-hal yang mendatangkan kemurkaan Allah sudah menjadi bekal untuk menerima poligami Denia.”
“Jadi selama orang yang berpoligami tidak menyalahi aturan Allah, kenapa harus anti dan fobia?”
Kami terus berdiskusi, hikmah dan maslahat poligami. Diskusi mendalam itu bahkan masuk ke pembahasan genetika. Penentu gender adalah kromosom XY dari laki-laki dan XX dari perempuan. Maka peluang munculnya laki-laki dan perempuan sama (1:1). Ini merupakan bagian dari keadilan Allah. Tapi mengapa hokum syariat poligami muncul? Dalam perkembangannya jumlah wanita sebagai golongan yang diprioritaskan perlindungannya bersama orang tua dan anak-anak maka otomatis jumlahnya lebih banyak.
“Denia, coba kamu bandingkan dulu waktu di pengajian kampus. Mana lebih banyak anggota ikhwan atau akhwat? Atau di IKWK pegiat pria dan wanita banyakan mana? Terus mualaf di negara-negara Eropa-Amerika kebanyakan pria atau wanita?”
“Akhwat dong, Kak. Sampai-sampai kami harus rela antri saat taaruf karena jumlah akhwat tiga kali lipat daripada ikhwan. Juga di IKWK ini jumlah akhwatnya dua kali lipat dari ikhwan. Kalau data mualaf di Eropa sama Amerika Denia kurang tahu, tuh.”
“Seandainya poligami tidak dipandang rendah, maka solusi akan mudah didapatkan. Dan perkembangan dakwah akan makin cepat. Secara demografi misalnya. Ayah ibu yang sekepahaman akan melahirkan anak-anak yang sekepahaman juga. Bayangkan bila antrian ini dibiarkan tanpa solusi, kebaikan akan terhambat penyebarannya.”
“Kak Mutia bikin aku makin kagum.” Denia memujiku entah untuk yang keberapa kali.
“Jadi banyak permasalahan bisa diselesaikan dengan cara yang Allah halalkan ini.”
“Aku browsing tentang praktisi poligami, Kak. Rupanya dulu poligami nggak dipandang aneh dan tapi tidak seperti di akhir zaman yang kita alami sekarang. Kira-kira apa ya, Kak, penyebabnya?”
“Ada kepentingan imperialis bekerja sama dengan orientalis untuk menjauhkan ummat dari agamanya. Salah satu cara efektif, menjauhi ummat dari Rasul. Diopinikan bahwa poligami adalah sisi buruk nabi. Bahkan dengan berbagai tuduhan keji yang aku sendiri nggak tega mengungkapnya. Padahal Rasulullah sebagai teladan ummat yang sempurna selalu membagi ilmu yang Allah wahyukan dalam kondisi apapun. Serangan ini mereka tuangkan dengan berbagai cara. Tulisan yang dibuat seolah ilmiah, juga yang paling efektif melalui dunia entertain, lagu, film, juga karya sastra.”
“Berarti peranan dongeng, sinetron, film juga besar ya untuk membuat manusia membencinya. Ingat nggak Ratapan Anak Tiri, Cinderela, Putri Salju, Derita Aminah, semua membuat kita benci ibu tiri atau istilah sekarang mahmud alias mamah muda.”
Kami tertawa ikut geli mengingat semua kisah yang dulu pernah menghiasi kepala kami. Lebih tepat mengontaminasi.
“Tapi ada kisah-kisah pahit itu terjadi bahkan hingga kini banyak praktisi poligami yang jauh dari sunnah dan tuntunan Allah, Kak.” Denia menganalisis poligami dalam praktiknya.”Justru ini yang makin memperburuk wajah poligami. Dan ini lebih efektif dari serangan orientalis. Lagi-lagi Rasulullah ikut mendapat getahnya akibat ulah umat yang tidak bertanggung jawab.”
“Semua seperti lingkaran setan Denia. Ketika umat tidak menerima poligami. Mereka baik dari kalangan abangan maupun yang paham syariat kadang terpaksa melakukan praktik poligami secara diam-diam dan dibalut kebohongan. Ketidakjujuran membuat istri merasa suaminya telah selingkuh. Rumah tangga menjadi kacau dan berantakan. Anak jadi korban dan generasi pembenci poligami makin banyak,” lanjutku.
“Ibarat pasien, poligami ini sedang terserang penyakit akut.” Kesimpulan singkat Denia sangat tepat.
“Tapi jangan kecil hati di sebagian kecil di dunia ini tetap ada pejuang syariat poligami yang siap membela rasul dengan praktik poligami dengan baik dan benar.”
“Kak Mutia kenal dengan mereka?”
“Ada beberapa yang aku keanl. Nggak banyak hanya tiga keluarga.”
“Sepertinya aku harus silaturahim ke mereka bareng Mas Bagas. Di Jerman ini ada juga , Kak?”
“Ada Denia, yang ku kenal di Jerman satu keluarga.”
“Siapa namanya? Aku mau tahu alamatnya, Kak.”
Aku memberikan alamat syekh Nizamudin di Apartemen Naam Frankfurt, Lärchenstraße 54 A, 65933 Frankfurt am Main. Hubungi saja no wa ini. Aku mem-forward nomor ummi Sakinah untuk Denia, +49 69 7731119.
Bagas pulang dari perpustakaan IKWK dan menyapaku ramah. ”Denia, video call-an nggak ngajak-ngajak. Ada bincang rahasia apa, nih?”
“Nggak ada apa-apa Bagas, kami hanya sedikit berdiskusi tentang poligami,” jawabku polos, tanpa curiga kalau Bagas bakal marah
“Kak, aku ini nggak mau menduakan Denia dengan siapa pun. Aku nggak mau nyakitin hati dia. Sudahlah, aku nggak tertarik untuk itu. Aku sudah cukup dengan Denia, satu aja nggak habis, ngapain nambah?”
Aku tidak menyangka Bagas mengungkapkan semua itu dengan nada ketus. Aku tidak ingin Bagas marah berkepanjangan. Aku segera akhiri video call dengan mengucap salam.
Bagas tidak memutuskan video wanya. Mereka terlupa dengan HP dan langsung terlibat perbincanga tentang poligami, juga Hasna. Rasa bersalah menyelimuti hatiku khawatir ada masalah antara Bagas dan Denia. Aku biarkan suara perbincangan mereka terdengar di HP-ku.
“Denia, keselamatan Hasna penting. Tapi aku hanya mencintai kamu. Apa kamu tega aku menikahi Hasna tanpa cinta? Belum lagi pandangan orang bahwa aku selingkuh, bahwa kamu nggak bisa melayani aku dengan baik.”
“Mas, menyelamatkan nyawa seseorang itu bila kita mampu, wajib hukumnya. Barang siapa menyelamatkan satu manusia, maka seakan dia menyelamatkan seluruh nyawa manusia. Sebaliknya bila membunuh atau pun membiarkan seorang kehilangan nyawa maka seakan dia menghilangkan nyawa seluruhnya. Lagi puala jangan samakan poligami dengan perslingkuhan.”
“Jangan sampai kita terjebak dan mudah percaya dengan perkataan meskipun berpredikat ustaz. Apakan dia tidak mungkin salah, toh dia juga tidak bisa melihat jodohku di lauh mahfuz itu siapa. Apa kamu nggak kepikiran semua cerita Hasna hanya mengada-ada. Penuh misteri dan hal yang berbau mistik.”
Denia terdiam. “Mas, aku sudah istikharah, apa Mas Bagas nggak percaya denganku?”
“Apa jawaban dari istikharahmu itu?”
“Bangunan istana di surga. Ada kita berdua, Mbak Hasna, Biru dan beberapa anak kecil. Mas, aku mohon Mas Bagas istikharah, karena Allah, Mas. Atas nama cinta Mas Bagas buat aku. Untuk ketenangan aku, lepas dari segala perasaan dosa dan salah. Kita harus buktikan syariat poligami ini cara hidup yang indah. Ini bukan perselingkuhan tapi sunnah yang ditinggalkan.”
“Aku tidak mau, Denia. Ibuku menderita karena poligami. Ibuku benci poligami dan itu sudah ditanamkannya sejak aku kecil. Ah, aku nggak mau memperpanjang perbincangan ini.”
“Mas Bagas mau kemana, jangan marah, Mas!” Denia mengejar Bagas dan terdengar suara seseorang terjatuh.
“Mas, tolong aku. Aku jatuh.” Suara dari Androidku terputus bersamaan dengan suara jatuh Denia. Sepertinya andrid Denia terjatuh juga.
Aku cemas dengan kondisi Denia. Kandungannya sebulan lagi mendekati perkiraan kelahiran. Kumatikan video call dan mencoba telepon suara wa. Tapi tidak ada yang mengangkat. Aku mencari nomor wa Bagas dan menghubunginya. Bagas mengangkat panggilanku.
“Bagas bagaimana keadaan Denia. Aku nggak enak hati tiba-tiba.”
“Dia jatuh, Kak. Aku yang salah. Pendarahan, tapi nggak banyak. Sepertinya Denia harus istirahat mempersiapkan kelahiran anak kami.”
“Maafkan aku Denia. Apa pun akan kelakukan untuk kebahagiaanmu. Apa permintaanmu, Sayang….?
“Aku ingin hati ini tenang dari rasa bersalah. Aku akan merasa berdosa, bila sesuatu yang buruk menimpa Mbak Hasna. Kumohon, Mas Bagas bertanya pada Allah, apa yang harus kita putuskan. Istikharahlah, Mas.”
“Insyaallah akan aku lakukan, demi cintaku padamu, Denia.”
“Lakukan karena Allah, Mas. Semoga kita tidak salah niat.”
***
Alhamdulillah, perbincangan kami berakhir positif Ahad pagi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IMPIAN PENUH KENANGAN

IMPIAN PENUH KENANGAN  Oleh: Farel Kemenangan Tim Bulutangkis SMPN III di tingkat provinsi tahun lalu memberikan semangat yang tak perna...