Sabtu, 02 Desember 2017

BUDAYA LITERASI KARAKTER GENERASI EMAS (KIAT MEMBUDAYAKAN LITERASI DI SEKOLAH)

BUDAYA LITERASI KARAKTER GENERASI EMAS
(KIAT MEMBUDAYAKAN LITERASI DI SEKOLAH)

Kerisauan akan rendahnya minat baca terbaca ketika peserta didik dari Indonesia menempati peringkat ke-57 di tahun 2009 pada even PISA (Programme for International Student Assessment ).  Bahkan di tahun-tahun selanjutnya peringkat kita lebih buruk lagi , yaitu ke-64 di tahun 2012 dengan skor yang sama yaitu 396.  Skor ini tertinggal jauh  dari skor rata-rata 65 negara sebesar 493.  
Rendahnya skor yang diperoleh peserta didik disebabkan beberapa faktor terutama rendahnya daya baca dan secara otomatis menjadi kendala bagi siswa dalam memahami dan mengidentifikasi masalah.  Ketika kemampuan mengidentifikasi masalah kurang, maka lebih sulit lagi untuk memecahkan permasalahan.  Bagaimana mungkin kita mampu memecahkan permasalahan sedangkan masalahnya apa kita tidak mengetahuinya.
Patut disyukuri bila pemerintah mencanangkan program GLS (Gerakan Literasi Sekolah) dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 sebagai payung hukumnya . Kegiatan utama yang dicanangkan pemerintah berupa pembiasan membaca 15 menit perhari sebelum kegiatan belajar dimulai.  Harapannya, peserta didik memiliki minat baca yang tinggi,  daya serap terhadap informasi membaik, sehingga penguasaan terhadap ilmu pengetahuan meningkat bahkan bisa teraplikasi pada tingkat teknis.
Berbagai daerah menanggapi program ini dengan reaksi dan animo yang berbeda-beda.  Khusus di Jawa Barat, Gubernur langsung menggulirkan program WJLRC (West Java Leader Reading Challenge) bekerjasama dengan Pemerintah Negara Bagian Adelaide Australia Selatan.  Beberapa sekolah diberi kesempatan untuk menjadi perintis literasi, salah satunya SMP Nurul Amanah.
Berawal dari pelatihan guru perintis literasi yang diselenggarakan pada bulan Juli di Hotel Agusta Garut, SMP Nurul Amanah terjaring dalam angkatan ke-14.  Pelatihan dua hari Sabtu Minggu itu sangat efektif karena melibatkan kepala sekolah sebagai decision maker yang bertugas membuat rencana tindak lanjut.
Beberapa kiat membudayakan literasi di sekolah dari tahap pembiasaan membaca, peningkatan kemampuan menulis, berkomunikasi bahkan hingga aplikasi hasil baca dapat dilakukan dengan beberapa hal:

A.       SOSIALISASI KEGIATAN LITERASI SEKOLAH
Fungsi kegiatan sosialisasi adalah untuk menyamakan persepsi tentang kegiatan literasi di sekolah, bahwa kegiatan ini adalah kegiatan resmi yang didukung sekolah dan pemerintah.  Penting untuk disosialisasikan bahwa kegiatan ini memiliki tujuan mulia yaitu meningkatkan kualitas peserta didik dan lembaga pendidikan khususnya dan pendidikan nasional umumnya.
Dalam kegiatan sosialisasi ini keterlibatan dan kehadiran berbagai pihak pemangku kepentingan (stakesholder) diperlukan. Pengurus yayasan (pada sekolah swasta), komite sekolah, orang tua siswa, kepala sekolah, guru dan semua warga sekolah sebagai pelaku pembudayaan literasi sekolah harus memahami benar pentingnya literasi sekolah.

Gambar 1. Sosialisasi Kegiatan Literasi Sekolah yang melibatkan berbagai pihak termasuk orang peserta didik (Salah satu sesi kegiatan sosialisasi readathon/membaca senyap 42 menit bersama orang tua)


            Manfaat dari kegiatan sosialisasi terutama adalah menghindari benturan antar pemangku kepentingan, karena kegiatan ini diketahui bahkan disepakati bersama.  Dengan sosialisasi yang baik akan terjadi sinergi antar warga sekolah untuk mewujudkan budaya literasi. 
            Sosialisasi yang efektif dan menjangkau banyak pihak adalah dengan penyebaran brosur yang berisi program kegiatan.  Di dalamnya dapat dicantumkan latar belakang, tujuan, jenis kegiatan, penjadwalan, penanggung jawab bahkan hingga pada estimasi pembiayaan.

B.  PENYEDIAAN BAHAN BACAAN
            Salah satu kendala terbesar dalam membudayakan literasi adalah ketersediaan bahan bacaan.  Terdapat beberapa cara menyediakan bahan bacaan dan mendekatkannya pada warga sekolah antara lain:
1.      Bekerjasama dengan perpustakaan sekolah untuk menyediakan bahan bacaan di kantor, di kelas, di masjid sekolah  dan tempat strategis lainnya dengan pojok baca, lapak baca dan sejenisnya.  Terdapat kendala ketika program ini dijalankan, yaitu tercecernya buku.  Solusinya dengan pencatatan yang baik untuk tiap buku yang keluar dari perpustakaan.  Pelacakan buku perminggu juga dapat meminimalisir kehilangan.

Gambar 2. Pojok baca mendekatkan peserta didik dengan buku. Dimana saja, kapan saja selalu ada buku yang menanti untuk dibaca

2.      Hunting buku murah namun berkualitas bersama siswa.  Kegiatan ini akan memacu minat siswa pada buku.  Dengan didampingi guru, peserta didik akan lebih terarah dalam memilih buku bacaannya.  Tanpa pendampingan, bukan tidak mungkin peserta didik memilih buku yang kurang mendidik dan membahayakan tumbuh kembangnya.

Gambar 3. Memburu buku murah berkualitas pada bazaar buku dan berbagai pameran buku
(Islamic Book Fair menjadi kunjungan rutin untuk meningkatkan kecintaan peserta didik pada buku)

3.      Pembentukan Organisasi Perpustakaan Kelas. 
Perpustakaan kelas merupakan kepanjangan tangan dari perpustakaan sekolah sekaligus ujung tombak pelaksanaan kegiatan literasi sekolah. 
Tugas dari pustakawan kelas antara lain:
-  meminjam buku perpustakaan sejumlah siswa dalam kelas
-  mengabsen kegiatan membaca harian 15 - 30 menit
-  membagikan buku bacaan dan buku ringkasan hasil baca dalam kegiatan mingguan  
    readathon 42 menit
-  menarik kembali buku bacaan dan ringkasan hasil baca
-  mengontrol keberadaan dan kondisi buku
-  menggilir bahan bacaan pada peserta didik
-  mengembalikan buku ke perpustakaan
            Dengan dibekali pembukuan dan kontroling yang intensif, perpustakaan kelas juga melatih peserta didik tentang keperpustakaan sederhana.

C.  PROGRAM LITERATIF UNGGULAN
                        Sebagaimana termaktub dalam QS Iqro ayat 1-5, perintah tersirat dan tersurat dari kegiatan literasi ada beberapa tahap, yaitu membaca, menulis dengan kalam dan mengajarkan kembali ilmu yang telah diperolehnya melalui perantaraan kalam (pena).  Sebagai tujuan akhirnya mendekatkan manusia pada Sang Khalik dengan  selalu mengingat kenikmatan dariNya sebagai tanda kesyukuran.
                        Memaknai literasi dengan utuh akan menumbuhkan kesadaran bahwa literasi seolah menjadi pondasi, akar dari segala perintah, tidaklah mengherankan bila perintah pertama yang turun pada Rasululloh SAW adalah iqro (bacalah).
                        Program literasi unggulan yang sangat mungkin dibudayakan di sekolah, yaitu:
1.      Pembiasaan membaca minimal 15 menit perhari.  Program ini menjadi target minimum pembiasaan.  Makin lama makin bagus hingga terasa benar bahwa makin lama kita membaca, makin terasa manfaatnya.
2.      Pembiasaan membaca senyap tanpa aktivitas apapun untuk seluruh warga sekolah tanpa kecuali.  Lama waktunya 42 menit  dan 15 menit untuk menulis  hasil membaca dalam bentuk ringkasan ataupun review. 
3.      Pembiasaan menulis dengan meringkas, mereview dan menulis pada majalah dinding.
4.      Presentasi hasil membaca untuk berbagi pengetahuan hasil baca dan melatih komunikasi di depan umum.  Presentasi ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok ataupun pada kegiatan khusus seperti upacara bendera.
     

Gambar 4: Kegiatan komunikasi literatif: diskusi, debating dan orasi, membiasakan peserta didik bicara di depan umum
5.    Pembiasaan berkomunikasi di depan umum lainnya seperti munaqosah (debating) dan muhadhoroh (orasi).  Kemampuan berdebat dan orasi sangat erat kaitannya dengan wawasan peserta didik.  Salah satu yang dapat meningkatkan wawasan adalah kegiatan membaca.

E.   KEGIATAN APLIKATIF PRODUKTIF
                       Ilmu dikatakan berkah bila kebaikanan manfaatnya makin dapat dinikmati orang banyak.  Ilmu bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan atau diaplikasikan baik berupa transfer ilmu atau transfer ilmu menjadi praktik.  Sekolah memiliki ruang yang cukup leluasa untuk siswa mempraktikan hasil bacanya terutama untuk bahan bacaan aplikatif prosedural.  Penjadwalan kegiatan praktik hasil baca bisa dilakukan melalui ekskul ataupun pembelajaran prakarya.
              Sebagaimana menarik bahan literature ke dalam praktik, praktik pun dapat ditransformasi kembali dalam bentuk literatur.  Bukankah kedua hal ini sangat baik untuk dipadukan?

Gambar 5. Mewadahi siswa dalam sanggar atau workhop. Menarik praktik dalam literasi dan mempraktikan literasi (Sanggar Handicraft Bambu Qurata’ain di TPAIT-SMP-SMA-Nurul Amanah)



               Dari semua ikhtiar pembudayaan literasi, sesuatu yang tidak kalah penting adalah kesungguhan praktisi literasi, pembudaya literasi untuk senantiasa memohon keberkahan daya dan upaya.  Sesungguhnya tiada daya upaya selain atas izinNya. Doa menjadi kunci utama.  Semoga Indonesia terpilih untuk menjadi negeri unggul dengan generasi emasnya yang literat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IMPIAN PENUH KENANGAN

IMPIAN PENUH KENANGAN  Oleh: Farel Kemenangan Tim Bulutangkis SMPN III di tingkat provinsi tahun lalu memberikan semangat yang tak perna...