Kisah Ke-20
HOLD MY HAND (II)
#TantanganMenulisDariLagu
#SahabatKabolMenulis
#SeriKisahDenia
#UsahKauLaraSendiri_KatonftRuthSahanaya
HOLD MY HAND (II)
#TantanganMenulisDariLagu
#SahabatKabolMenulis
#SeriKisahDenia
#UsahKauLaraSendiri_KatonftRuthSahanaya
Sejak pindah ke Berlin dan tinggal di IKWK, Denia belum pernah bertemu dengan Hasna. Tiap kali ditanyakan pada Bagas, jawabannya sama, bahwa Bagas juga belum ketemu Hasna lagi belakangan ini.
Cerita Denia biasanya selalu menarik dalam email-email yang dikirimkannya padaku. Akan tapi sudah sepuluh hari sejak chating kami di pantai Sylt, dia tidak mengirim kabar. Justru aku yang duluan menghubunginya melaporkan perkembangan usahanya.
“Assalamu’alaikum, Denia, Alhamdulillah pesanan kue kering dan snack Mutiara mengalami kemajuan yang sinifikan. Rata-rata omset harian mencapai 3.752.300. Ekspor sudah merambah ke Korea dan Jepang. Aku menambah 5 pegawai, semuanya menjadi 75 orang. Untuk transfer kebutuhanmu selama sebulan di Jerman, aku akan transfer 10 juta. Kira-kira cukup tidak Denia?” Kukirim pesan wa, symbol square itu tidak juga berubah menjadi ceklis.
Agak cemas aku menunggu balasannya, khawatir Denia tidak merespon. Vedio call yang aku coba juga gagal. Entah sinyalnya yang kurang bagus, atau ada masalah dengan Hp Denia?
Aku coba menanyakan keadaan Denia dengan chat wa Bagas, kata Bagas, Denia bisa dihubungi via chat FB. Belakangan aku agak malas membuka FB. Bawaannya panas kalau membuka berita di sana. Semoga negeri ini selalu diberi keamanan dan kedamaian. Pemimpinnya bisa berbuat adil dan menuntun rakyatnya untuk makin bertakwa.
Aku coba chat via FB, Alhamdulillah berhasil. Dia sedang online.
“Assalamu’alaikum, Denia.”
“Waalaikumsalam, Kak. Maaf seandainya susah menghubungi via Hp. Hp-ku nyelip entah kemana. Aku lupa naruhnya.”
Untuk urusan bisnis aku lebih suka menghubungi Denia daripada Bagas. Biar Bagas konsentrasi dengan studinya. Aku kopi pesan laporan kemajuan usaha yang aku ketik di wa.
“Masyaallah, terimakasih banyak Kak. Usaha kita makin maju di tangan Kak Muti. Insyaallah 10 juta cukup, Kak. Berada di komunitas IKWK, membuat biaya hidup di sini makin ringan. Kak, ada yang pingin Denia tanyakan.”
“Tentang apa Denia?”
“Tentang poligami. Katanya Kak Mutia bercita-cita membentuk keluarha poligami, kan?”
“Kenapa kamu tiba-tiba nanyain poligami? Pasti ada kaitannya dengan persahabatan kalian dengan Hasna, kan?”
Denia kembali bercerita. Mungkin supaya aku bisa menjawab masalah yang sedang dialaminya kini.
***
Hari kelima sejak aku sampai di Jerman, aku ingin bertemu dengan Mbak Hasna. Selain aku rindu dengan kawan akrabku waktu kuliah di Jogja. Mbak Hasna teman satu kos denganku. Kami satu kampus tapi beda fakultas. Aku mengambil Desain Grafis sedangkan dia sastra Jerman.
Hari kelima sejak aku sampai di Jerman, aku ingin bertemu dengan Mbak Hasna. Selain aku rindu dengan kawan akrabku waktu kuliah di Jogja. Mbak Hasna teman satu kos denganku. Kami satu kampus tapi beda fakultas. Aku mengambil Desain Grafis sedangkan dia sastra Jerman.
“Mas, aku pingin banget ketemu Mbak Hasna. Kata Mas Bagas dia butuh bantuan kita?” tanyaku hati-hati.
“Aku rasa nggak perlu Denia. Sejak kedatanganmu, dia belum menemuiku lagi.”
“Mas, kasihan dia. Kata Mas, ada penyakit tumor di rahimnya. Barangkali dia butuh bantuan, atau sakit?”
Mas Bagas terdiam, dia malah memelukku hangat.
“Kalau dia datang, kita sambut dengan baik. Kalau tidak semoga dia sudah menemukan solusinya.”
Aku menanyakan keaktifan Mbak Hasna di IKWK. Kata Mas Bagas, Mbak Hasna aktif di mushala terdekat dengan kampusnya Humboldt. Sebenernya Humboldt dekat dengan kampus Teknik Berlin dua belas menit naik kendaraan pribadi. Kalau naik bis bisa duakali lebih lama sekitar dua puluh delapan menit . Jaraknya pun kurang dari enam kilometer. Satu kilo meter lebih jauh dari jarak Humboldt ke IKWK. Mbak Hasna hanya sesekali ke IKWK, kalau ada pengajian yang di hadiri ustaz favorit dari Indonesia.
Aku ingat Mas Bagas pernah memberikan nomor Mbak Hasna lewat Email. Karena kesibukan persiapan berangkat ke Jerman, aku lupa memasukkannya dalam kontak HP. Aku buka-buka kembali email Mas Bagas yang aku terima saat di Indonesia. Nomor itu aku cara di salah satu email, nomor itu 0049203462894813.
Kesimpan dan aku cek ternyata tersambung chat wa. Aku pikir tidak ada salahnya aku mengirim pesan duluan. Bukankah menyambungkan tali silaturahim itu besar pahalanya? Lagi pula Mas Bagas menyuruhku menghubunginya. Jadi aku pikir nggak ada salahnya aku menghubunginya tanpa izin terlebih dahulu sama Mas Bagas.
“Assalamualaikum, benarkah ini no wa Mbak Hasna?”
Aku tunggu, tanda square berubah menjadi ceklis dan double ceklis. Alhamdulillah dia online.
Aku tunggu, tanda square berubah menjadi ceklis dan double ceklis. Alhamdulillah dia online.
“Masyaallah, Denia. Kamu teman sekampusku dan pernah sekamar waktu mondok di Al hidayah?”
“Mbak Hasna masih inget aku?”
“Tentu saja. Walaupun kita cuma setahun kita bersama di Alhidayah, kau teman terbaikku di Jogja. Maaf setelah aku lulus dan melanjutkan di Jerman ini lost contact sama kamu.”
“Aku kangen sama Mbak Hasna. Boleh video call-an, Mbak?” Aku minta izin mana tahu dia keberatan.
Aku memanggil Mbak Hasna dengan video call, wajah yang muncul di layar androidku benar Mbak Hasna. Wajahnya lembut khas wanita jawa, kulitnya kuning langsat. Terbalut kerudung pasmina warna pink peach, anggun. Namun duka di wajahnya tak bisa dia sembunyikan. Senyumnya tampak sedikit terpaksa. Dia sedang ada di kamar sendirian, seperti sebuah apartemen. Aku kenal baik dengan Mbak Hasna, dia dari keluarga kaya, masih ada kekerabatan dengan kantor Surakarta. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan asing.
“Denia, kita bisa ketemuan, nggak?”
“Kapan, Mbak?”
“Secepatnya.” Mbak Hasna ingin segera ketemu, semoga aku bisa membantu menyapu mendung di wajahnya.
Aku minta izin ke Mas Bagas buat ketemu Mbak Hasna. Mas Bagas sempat curiga kalau aku yang menghubungi Mbak Hasna duluan. Pasalnya Mas Bagas merasa tidak pernah membagi nomor wa-ku ke Mbak Hasna.
“Maafin aku, Mas. Bukankah Mas Bagas mengamanahi aku buat menghubungi Mbak Hasna. Justru aku mau minta maaf lambat merespon permintaan Mas Bagas.”
Mas Bagas menarik kembali niatnya bermuka masam. “Ya, sudah kalau niatnya menyambung silaturahmi insyaallah besar pahalanya. Tapi kamu harus siap mendengar keluhannya.”
“Siap, Mas. Sepanjang perjalanan hidupku aku sudah biasa susah bahkan hidup di jalanan. Semoga silaturahim dengan Mbak Hasna bisa menambah kemanfaatan kita pada sesama. Khairunnas yanfaahum linnaas.”
Dalil yang aku pakai buat meredam kemarahan Mas Bagas, berbuah cubitan manja di daguku dan kecupan sayang di kening. Alhamdulillah Mas Bagas tidak marah.
Mbak Hasna menghubungi aku lagi hari Sabtu, sehari sebelum pertemuan kami di kafe Al Reda. Tempat favorit Mbak Hasna kalau mau mengundang dinner Mas Bagas. Sungguh mengherankan, kenapa Mbak Hasna yang begitu bergelimang harta dan kemewahan mendekati Mas Bagas, mahasiswa S2 yang tidak ada apa-apanya kalau dibanding Mbak Hasna. Belum lagi Mas Bagas sudah berkeluarga. Kadang cinta memang aneh menghampiri siapa saja dan tertuju pada siapa saja.
Mbak Hasna menjemputku di tempat kos IKWK dengan mobilnya, Porsche biru metalik. Aku mengajak Albiruni sementara Mas Bagas ada meeting dengan organisasi kampusnya.
Mobil mewah Mbak Hasna begitu nyaman dan empuk. Sebuah gaya hidup high class jauh dari kebiasaan yang dibekalkan ustazah di Al Hidayah.
Aku dan Biru menaiki mobil mewah itu hati-hati, dan menutupnya kembali.
Kami berjalan menyusuri rute tercepat melalui Turmstraße dan Perleberger Str. Yang aku baca melalui Google Maps di Androidku. Aku ingin tahu banyak tentang jerman dan ingin cepat memahami rute-rute jalannya.
“Kamu pernah ke El Reda, Denia?”
“Belum, Mbak. Ini restoran terdekat yang menyajikan makanan halal. Pemiliknya orang Lebanon.”
“Kata Mas Bagas, di Berlin relatif mudah mencari makanan halal. Karena ada lebih empat ratus ribu muslim di kota ini. Berkah kerjasama Jerman dan Turki yang terjalin sejak lama.”
“Benar, tapi bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan demografi muslim, penolakan mereka juga makin kuat. Apalagi di Jerman ini muslim kurang diakomodasi dalam politik. Tidak seperti di Inggris. Perkembangannya lebih positif karena ada yang bisa tembus menjadi walikota. Walaupun tentu saja masih harus banyak teloransi terhadap masalah sensitif di barat dan harus mengalahkan idealisme sebagai muslim.”
“Misalnya apa, Mbak?”
“Sikap terhadap undang-undang pekawinan sejenis misalnya. Tidak bisa frontal.”
“Berat juga, ya…..”
“Tapi dalam Islam Allah memberikan hiburan, laayukalifullahu nafsan illa wusaha.”
“Iya, Mbak, jadi ingat kuliah Ustazah Naira di Al Hidayah. Bahwa manusia tidak dibebani kewajiban melebihi kemampuannya. Juga mahfuzat yang masih aku ingat, maa layudraka kulluhu walaa yudraka kulluhu.”
“Wah, materi itu pasti bukan dari Al Hidayah. Aku nggak tahu soalnya.”
“Itu kaidah Ushul Fikih, Mbak. Aku dapat dari Darul Akhirah masa SMA dulu. Maksudnya kalau kita tidak bisa melakukan semuanya, jangan pula ditinggalkan semuanya. Jadi sebisa mungkin semampu kita”
“Aku jadi merasa beruntung pernah jadi santri. Dalam kondisi apapun kita bisa bicara dengan dasar ilmu.”
“Bukan pernah jadi santri Mbak, tapi dimanapun, sampai kapanpun, jiwa kita tetap jiwa santri.” Kami akhiri diskusi ringan ini dengan tawa renyah indah kenangan masa lalu.
Al Reda ini ternyata ada di jalan Huttenstraße 69. Rute yang kami lalui, 100 m ke timur Huttenstraße menuju Beusselstraße, terus ke 1,1 km Belok kiri ke Lübecker Str. Belok kanan di perempatan ke-1 ke Perleberger Str. El Reda ada di sebelah kanan. Semua terbaca di GPS. Benar-benar teknologi yang memudahkan.
Turun dari mobil aku tuntun Biru yang sedang lincah-lincahnya berjalan. Dia tidak pernah mau digendong lagi. Sesekali Biru memerhatikan sekitarnya dan memilih langkah kakinya sendiri. Mbak Hasna tertawa melihat kelucuan Biru.
“Ummi, mau naik mobil itu.” Biru menunjuk mobil hitam Volkswagen Polo warna hitam bertulis Snappcar.
“Lho itu mobil orang, nggak boleh.” Aku belum tahu kalau di Jerman ada mobil sewa elektrik. Semua terdeteksi dengan system digital internet, termasuk cara daftar, pembayaran dan deteksi pemakaian. Masyaallah, kalau di Indonesia baru grab, di sini aplikasi jejaring rental lepas sopir pun sudah terorganisir dengan baik. Mbak Hasna menjelaskan panjang lebar kemudian tentang car sharing ini.
“Nggak kok, itu mereka naiknya bergantian.” Biru memperhatikan rombongan keluarga dengan bebas berganti mobil.
“Biru, lain kali Bude ajak naik turun mobil seperti itu. Banyak di sini. Tapi kalau kita nggak bawa mobil, ya?” Mbak Hasna membujuk Biru dan menggendongnya. Ternyata Biru tidak menolak. Sikap Mbak Hasna yang selalu baik dan menyukai anak kecil. Mungkin kerinduannya berkeluarga dan memiliki momongan menjadi penyebabnya. “Biru bakal jadi anak pinter, Denia. Dia kritis dengan keadaan sekitarnya. Berapa umurnya, Denia?”
“Dua tahun setengah, Mbak?” jawabku
“Wah, sebentar lagi Biru bakal punya adik, Biru harus sayang adik, ya?”
Kami memasuki pelataran El Reda.
“Restoran ini berkembang pesat dengan makanan khas Persia dan Libanon. Insyaallah aman dan halal. Dulu hanya satu lokasi di Huttenstraße 69, sekarang sudah meluas ke no. 70.”
Bagian depan restoran, tersedia tempat duduk di luar. Mbak Hasna memilih di luar supaya Biru leluasa bergerak. Kalau di dalam bisa-bisa mengganggu pelanggan lain. Belum juga kami pesan, makanan sudah segera dihidangkan.
“Cepat sekali penyajiannya, Mbak?” Aku keheranan.
“Aku sudah calling ke 490303911119 untuk memesan semua. Kasihan Biru kalau kita menunggu lama. Anak seusia dia biasanya nggak akan betah duduk.”
“Sepertinya Mbak sudah sangat sering kemari, ya?”
Mbak Hasna tersenyum. Tiba-tiba air matanya mengalir tak tertahan. Aku segera mengambilkan tissue. ” Kenapa Mbak, ada yang salah sari pertanyaanku?”
“Aku mau minta maaf sama kamu, entah apa yang harus kulakukan untuk beban yang berat ini, kecuali bicara dan bercerita.”
“Mbak, kita bersaudara dalam iman. Ikatan yang lebih kuat dari apapun. Berceritalah. Tangan Denia akan selalu terbuka buat Mbak Hasna. Di negeri asing ini kita harus saling bantu dan menguatkan. Hold my band, Mbak. Jangan biarkan beban itu Mbak bawa sendiri. Kita akan hadapi bersama. Asal Mbak percaya sama Denia. Semua akan berlalu. Fa inna ma’al 'usri yusra. Inna ma’al 'usri yusra. Itu janji Allah.”
“Denia, kamu nggak pernah berubah sejak kita bersahabat di Al Hidayah. Bahkan makin salehah.” Mbak Hasna menghapus air matanya dengan tissue lembut yang selalu kubawa.
“Pujian hanya milik Allah, Mbak, Dzat yang mengizinkan segala peristiwa terjadi.”
***
Denia menghentikan ceritanya, Bagas memanggil. Denia yang salehah tidak pernah menolak apapun perintah suaminya. Adikku yang membanggakan.
***
Denia menghentikan ceritanya, Bagas memanggil. Denia yang salehah tidak pernah menolak apapun perintah suaminya. Adikku yang membanggakan.
Sebaliknya, aku menunggu, penasaran. Di depan laptop. Bekerja untuk perusahaan Denia, menulis dan berselancar di dunia maya. Entah kapan Denia akan sempat bercerita lagi.
Glosarium:
1. Fainna ma'al 'usri yusra, inna ma'al 'usri yusra=maka bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Bersama kesulitan ada kemudahan
2. On line=tersambung jaringan internet
3. Video Call=memanggilan telepon disertai rekaman video dalam aplikasi wa
4. Chat wa=fitur aplikasi whatsapp untuk obrolan
5. Calling=memanggil
6. Meeting=pertemuan
7. Huttenstraße, Beusselstraße, Lübecker Str. Perleberger Str. = Nama Jalan di Berlin dari IKWK-El Reda
8. Volkswagen, Porsche=Merek mobil Jerman
9. Snappcar=nama mobil sharing
10. Sharing car=mobil sewa melalui aplikasi di Jerman
11. Maa layudro kulluhu walaayudraakulluhu=Kaidah ushul fikih, barang siapa yang tidak bisa melakukan semuannya jangan meninggalkan semua
12. Ushul Fikih=Ilmu yang mempelajari kaidah penentuan hukum dalam Islam
13. Khairunnas yanfaahum linnas=Sebaik-baik manuia yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.
Glosarium:
1. Fainna ma'al 'usri yusra, inna ma'al 'usri yusra=maka bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Bersama kesulitan ada kemudahan
2. On line=tersambung jaringan internet
3. Video Call=memanggilan telepon disertai rekaman video dalam aplikasi wa
4. Chat wa=fitur aplikasi whatsapp untuk obrolan
5. Calling=memanggil
6. Meeting=pertemuan
7. Huttenstraße, Beusselstraße, Lübecker Str. Perleberger Str. = Nama Jalan di Berlin dari IKWK-El Reda
8. Volkswagen, Porsche=Merek mobil Jerman
9. Snappcar=nama mobil sharing
10. Sharing car=mobil sewa melalui aplikasi di Jerman
11. Maa layudro kulluhu walaayudraakulluhu=Kaidah ushul fikih, barang siapa yang tidak bisa melakukan semuannya jangan meninggalkan semua
12. Ushul Fikih=Ilmu yang mempelajari kaidah penentuan hukum dalam Islam
13. Khairunnas yanfaahum linnas=Sebaik-baik manuia yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.